Home » »

Skema Lampu Kedip 200 Watt 220 VAC Yang Dapat Disetel


Terlampir di bawah adalah skema untuk saklar lampu kedip yang dapat disetel frekuensi kedipannya. Saklar atau switch yang digunakan adalah SCR (Silicon Controlled Rectifier). Saklar lampu kedip sering juga disebut sebagai flasher.

Rangkaian switch lampu kedip ini dapat digunakan untuk menghidupkan dan mematikan lampu atau cahaya berkelap-kelip yang diaplikasikan sebagai pencahayaan atau dekorasi untuk pesta, hiburan, tampilan toko, perayaan, Natal, Tahun Baru, dll.

Perhatian: seluruh rangkaian terhubung langsung dengan tegangan tinggi 220 VAC, jangan menyentuh rangkaian saat terhubung dengan tegangan tinggi.

Rangkaian ini hanya mempunyai dua kabel, kabel pertama tersambung pada lampu (B), kabel lainya tersambung pada jaringan listrik 220 VAC melalui sekring (F). Desainnya sederhana tapi sangat effektif. Arus bertegangan tinggi akan mengalir melalui lampu (B), melewati rangkaian, dan keluar lewat sekring (F). Rangkaian disuplai langsung oleh tegangan 220 VAC. Lampu dan sekring membantu memproteksi rangkaian dari arus besar bertegangan tinggi.

Video tentang test rangkaian ini dapat dilihat di artikel "Saklar Lampu Kedip 200 Watt Yang Dapat Disetel"

Untuk rangkaian dengan daya jauh lebih besar mencapai 2200 watt dapat di baca di artikel "Lampu Kedip Berdaya Besar 2200 Watt Yang Dapat Disetel' . Rangkaian berdaya besar tersebut dapat menyalakan lampu secara flip-flop, yaitu 2 buah rangkaian lampu yang nyala-mati secara bergantian. Sebenarnya berdaya besar tersebut hanyalah modifikasi dari rangkaian pada skema diatas.
Komponen-komponen elektronik yang digunakan adalah:
B = bulb, lampu pijar 220 V dengan daya maximal 200 watt. Daya lampu dibatasi oleh kemampuan SCR dan dioda mengalirkan arus. Bisa terdiri dari beberapa buah lampu yang disambung paralel. Misal 40 buah lampu pijar 5 watt yang disambung paralel, untuk dipasang pada gerbang jalan.
R = resistor, tahanan senilai 56 kiloohm berdaya 1 watt, berfungsi mensuplai arus kepada rangkaian.
P = potensiometer, sebesar 5 kiloohm berdaya 1 watt, dapat disetel untuk mengatur frekuensi kedipan. Potensiometer ini harus terisolasi dengan baik, karena akan disetel saat rangkaian tersambung jaringan tegangan tinggi. Jika menggunakan potensiometer kualitas rendah dan tidak bagus isolasinya, dapat menyebab orang yang menyetel kedipan lampu tersengat listrik tegangan tinggi.
D = Dc = dioda, 1N4007, mampu mengalirkan arus 1 ampere dengan tegangan mencapai 1000 volt. Jika perlu menambah daya lampu pijar, misal menjadi 400 watt, maka dioda Dc pada output (katoda) SCR harus diperbesar arusnya, dengan mengganti dengan dioda yang lebih besar atau 2 buah dioda 1N4007 disambung paralel. Dioda pada katoda ini berfungsi memastikan hanya arus searah yang melewati kondensor (C), juga melindungi SCR dari tegangan balik yang tinggi. Sedangkan dioda yang menghubungkan potensiometer (P) dengan anoda SCR berfungsi mencegah tegangan tinggi masuk ke kondensor (C), tapi dapat dilewati arus pengosongan dari kondensor (C) agar lampu pijar (B) dapat mati setelah menyala.
Dz1 = dioda zener 16 volt 1 watt, membatasi tegangan suplai ke kondensor (C).
C = condenser atau kondensor, senilai 220 mikrofarad 25 volt, kondensor ini menentukan frekuensi kedipan. Semakin besar nilai kondensor maka semakin rendah frekuensi kedipan, sebaliknya semakin kecil nilai kondensor maka semakin tinggi frekuensi kedipan. Karena tegangan yang disuplai kepada kondensor mencapai 16 volt, maka kondensor dengan spesifikasi tegangan maximal 25 volt sudah cukup memadai.
Dz2 = dioda zener 6 volt 1 watt, menentukan nilai minimal tegangan kondensor agar dapat memicu trigger SCR, sehingga SCR akan menyambung dan lampu pijar menyala. Jika tegangan pada kondensor kurang dari 6 volt, maka SCR akan memutus dan lampu pijar mati.
SCR = Silicon Controlled Rectifier atau Thyristor, dengan nomor kode CV12C, suatu dioda yang hanya akan tersambung anoda dengan katodanya jika ada tegangan picu pada gerbang (gate), atau dengan kata lain sebagai saklar (switch). SCR ini mampu mengalirkan arus maximal 2 ampere,  tapi agar aman sebaiknya tidak melebihi 1 ampere dengan tidak memasang lampu pijar (B) lebih besar dari 200 watt, unduh lembar data CV12C disini. Bisa juga menggunakan SCR nomor kode 2P4M, lembar datanya dapat diunduh di sini.
Untuk daya lampu (B) sampai sebesar 200 watt, SCR tidak membutuhkan keping pendingin (heatsink) tambahan. Untuk memastikan, periksa temperatur SCR setelah 1 menit berkedip. Jangan sentuh SCR, kecuali jika kedua kabel sirkuit sudah tidak terhubung ke jaringan tegangan tinggi. Dioda Dc juga tidak panas jika diberi beban 200 watt.
F = fuse, sekring, disesuaikan dengan daya lampu (ampere = daya : tegangan), jika menggunakan lampu 200 watt, maka arusnya yang melalui sekring adalah 200 : 220 = 0.9 ampere, bisa menggunakan sekring 1 atau 2 ampere. Sekring bisa sedikit lebih besar dari hasil perhitungan arus, karena pada saat lampu mulai menyala arus yang ditarik lampu lebih besar dari saat lampu sudah menyala stabil. Tapi jika memasang sekring yang terlalu besar maka tidak melindungi rangkaian.
Rangkaian juga dapat dimodifikasi agar menggunakan gelombang penuh sebagaimana skema dibawah.
Untuk pemula sebaiknya tidak menerapkan rangkaian gelombang penuh ini. Karena jika tersengat listrik akan sangat berbahaya. Sangat kecil kesempatan bagi gerakan refleks tubuh untuk menarik anggota badan yang tersengat listrik. Pada rangkaian setengah gelombang, ada jeda waktu dimana tidak ada tegangan tinggi, sehingga memberi kesempatan bagi refleks tubuh untuk menarik anggota badan yang tersengat listrik.
Terlihat pada rangkaian gelombang penuh, dioda Dc diganti dengan 4 buah dioda membentuk jembatan. Rangkaian pada SCR mirip dengan rangkaian setengah gelombang. Perhatikan titik IN dan OUT untuk menyambung rangkaian SCR dengan jembatan dioda. Demi amannya, resistor R dan zener Dz1  diganti dengan daya 2 watt. Periksa jika SCR panas maka perlu diberi pendingin. Frekuensi kedipan dapat berubah, sehingga kondensor C harus sedikit diperbesar agar sesuai dengan frekuensi yang diinginkan.
Saya sendiri lebih menyukai rangkaian setengah gelombang. Karena lebih sederhana, aman, dan membuat lampu tampak bergetar sangat menyala, sebagai efek dari hanya setengah gelombang dari tegangan tinggi yang dimanfaatkan

Lampu Kedip Berdaya Besar 2200 Watt Yang Dapat Disetel


Diantara pemirsa ada yang menanyakan mengenai lampu kedip berdaya besar dengan tegangan 220 VAC. Maka pada artikel ini saya membahas modifikasi dari rangkaian pengedip (flasher) sebelumnya agar dapat menyalakan lampu dengan daya jauh lebih besar, mencapai 2200 watt atau 2,2 kilowatt.

Ada dua rangkaian yang saya bahas di artikel ini, yaitu flasher sederhana, dan flasher dengan SCR.


FLASHER SEDERHANA
Sebelum membahas rangkaian yang rumit, ada baiknya kita lihat dulu rangkaian flasher sederhana yang hanya terdiri dari 5 komponen saja selain lampu beban, sebagaimana skema berikut.


DR = dioda rectifier (penyearah) 1N4007, yang mengubah arus bolak-balik (AC) menjadi arus searah (DC) untuk disuplai ke coil (kumparan) relay.

S = relay dengan tegangan coil (kumparan) 24 volt, mampu mengalirkan arus beban sebesar 10 ampere pada tegangan beban 250 VAC, sehingga mampu menyalakan lampu beban berdaya sekitar 2200 watt pada tegangan 220 VAC. Merk yang saya gunakan adalah ‘MASSUSE’ dengan tipe ‘ME-15H’. Dari hasil pengujian, diketahui bahwa relay ini sudah dapat diaktifkan (On) dengan tegangan coil serendah 15 volt dan arus 10 mili ampere (0,010 A). Relay ini mempunyai 5 kaki tipe SPDT (Single Pole Double Throw), atau dapat ditafsirkan sebagai satu kutub dengan dua posisi, sehingga dapat mengalirkan arus saat coil tidak aktif, dan juga dapat mengalirkan arus saat coil aktif melalui kaki yang lain. Dengan relay SPDT maka rangkaian sederhana ini dapat menggunakan dua buah lampu yang menyala bergantian (flip flop). Lihat foto relay dibawah.
Lampu B terhubung dengan kaki relay dan menyala jika relay aktif. Pada saat aktif, coil relay tidak mendapat suplai daya dari jaringan 220 VAC, tapi disuplai oleh kondensor CS. Jika kondensor sudah kosong maka relay akan Off sehingga lampu B mati. Pada saat tidak aktif  (Off), relay menghubungkan kondensor dengan jaringan 220 VAC agar kondensor terisi kembali (recharge), lalu siklus kedipan berlanjut. Itulah sebabnya maka relay yang digunakan haruslah mempunyai dua posisi atau kaki yang dapat mengalirkan arus (SPDT).

Jika menggunakan relay otomotif, maka arus yang dapat disalurkan mencapai 30 ampere, jadi daya bebannya sekitar 6600 watt. Tapi relay otomotif agak sulit dipasang di papan PCB (Printed Circuit Board) karena konektornya yang besar-besar. Relay otomotif biasanya mahal harganya, dan umumnya bertipe Single Pole Single Throw (SPST) atau satu kutub dengan satu posisi yaitu hanya satu kaki untuk mengalirkan arus, bukan SPDT.  Arus coil pada relay otomotif juga relatif lebih besar sehingga membutuhkan resistor coil (RS) yang lebih besar dayanya dan harganya pun jadi lebih mahal. Karena pertimbangan tersebutlah maka pilihan jatuh pada relay merk 'MASSUSE' diatas saat mendesain rangkaian ini.
DS = dioda zener senilai 24 volt dengan daya sekitar 1 watt, fungsinya untuk membatasi tegangan pada coil relay hanya setinggi 24 volt. Juga untuk membuang tegangan tinggi (spike) yang mencapai ribuan volt yang timbul karena induksi pada coil relay saat relay dimatikan (Off) setelah aktif (On). Walau terjadi hanya dalam waktu yang amat sangat singkat dan dengan arus yang amat sangat lemah, spike dapat membuat kerusakan fatal pada komponen lainnya, seperti SCR, transistor, IC, dan lain-lain. Pada foto diatas dioda zener terlihat berwarna biru muda. Perhatikan bahwa pemasangan kaki-kaki dioda zener adalah kebalikan dengan cara memasang kaki dioda biasa dan SCR.
RS = resistor senilai 5600 ohm (5k6) dengan daya 5 watt. Resistor ini membatasi arus yang disuplai ke coil relay. Dengan nilai 5k6 tersebut akan membuat tegangan pada kaki coil relay menjadi sekitar 25-26 volt. Tegangan 25-26 volt tersebut akan distabilkan oleh dioda zener DS menjadi 24 volt maximal. Resistor ini harus berdaya besar karena disuplai dengan tegangan 220 VAC. Jika menggunakan resistor berdaya kecil dapat terbakar. Jika relay yang Anda gunakan berbeda konsumsi arusnya, maka resistor RS ini harus disesuaikan. Jika relay Anda membutuhkan arus lebih besar maka RS harus diperkecil resistansinya dan dinaikkan dayanya. Jika relay Anda membutuhkan arus lebih kecil, maka RS dinaikkan resistansinya dan dayanya boleh diturunkan. Jadi pada desain rangkaian ini, coil relay yang bertegangan rendah dapat bekerja dengan aman walau disuplai dengan tegangan tinggi karena dilindungi oleh resistor RS dan dioda zener DS.
CS = kondensor atau kapasitor senilai 100 mikrofarad dengan tegangan maximal 50 volt. Kondensor pada rangkaian flasher sederhana ini berfungsi untuk menampung daya listrik yang mengaktifkan coil relay. Kondensor ini akan menentukan frekuensi kedipan, Dari hasil pengujian nilai 100 mikrofarad akan membuat frekuensi kedipan sekitar 3 hertz atau 3 kedipan per detik. Saat menggunakan kondensor 470 mikrofarad maka frekuensi kedipan sekitar 3/5 hertz atau 3 kedipan setiap 5 detik. Kaki positif kondensor terhubung dengan dioda DR, kaki negatifnya terhubung dengan resistor RS. Pada foto diatas tampak kondensor CS berlapis plastik biru tua.
Rangkaian diatas mudah dan murah untuk dirakit, tapi sayang sulit untuk menyetel frekuensi kedipannya. Karena harus mengganti kondensor CS untuk menyetel frekuensi. Jika menggunakan relay yang mempunyai tegangan coil 220 volt maka rangkaian akan lebih sederhana lagi, tapi relay dengan tegangan coil 220 volt biasanya mahal harganya. 

FLASHER DENGAN SCR
Sekarang mari kita memasang relay pada rangkaian dengan SCR yang dibahas di artikel “Skema Lampu Kedip 200 Watt 220 VAC Yang Dapat Disetel”.  Dengan rangkaian ini frekuensi kedipan dapat disetel dengan potensiometer. Perioda lampu menyala dan perioda lampu saat mati juga dapat dimodifikasi sesuai keinginan. Karena ditambah relay maka daya bebannya bisa lebih besar dan dapat memakai 2 rangkai lampu kedip yang nyala dan mati bergantian (flip-flop). Pada artikel ini rangkaian tersebut hanya diberi tambahan 4 buah komponen lagi. Lihat skema berikut.



Harap berkonsentrasi pada bagian atas skema tersebut, beberapa komponen sudah dijelaskan dan sama dengan komponen flasher sederhana di awal artikel ini.

CS = kondensor senilai 4,7 mikrofarad dengan tegangan maximal 50 volt, komponen ini berbeda dengan kondensor pada rangkaian flasher sederhana. Kondensor ini tidak menentukan frekuensi kedipan. Kondensor pada rangkaian ini berfungsi untuk meratakan arus yang mengaktifkan coil relay sehingga relay tidak bergetar dengan frekuensi sekitar 50-60 hertz. Sebagaimana kita ketahui coil relay diaktifkan oleh tegangan bolak-balik (VAC) 50-60 hertz yang disearahkan oleh dioda, jadi tegangan searah yang didapat berbentuk pulsa setengah gelombang yang dapat membuat relay bergetar. Dari hasil pengujian nilai 4,7 mikrofarad sudah cukup menstabilkan relay saat coilnya aktif, nilai terbesar yang saya coba adalah sekitar 22 mikrofarad. Jika menggunakan kondensor yang terlalu besar maka relay selalu akan aktif atau selalu On walau SCR sudah memutus arus agar lampu berkedip. Pemasangan kondensor harus sesuai kaki positif dan kaki negatifnya. Kaki positif kondensor terhubung dengan jaringan listrik 220 VAC, kaki negatifnya terhubung dengan resistor RS. 

Perhatikan cara menyambung lampu beban ke relay dan ke sumber tegangan. Salah satu kaki lampu dihubungkan dengan output relay, kaki lainya dihubungkan langsung ke jaringan listrik 220 VAC. Lampu dilindungi oleh sekring lampu (FB). Sekring lampu (FB) berukuran besar dan harus sesuai dengan arus lampu beban.

Sekring lainnya yaitu (F) hanya melindungi komponen yang berdaya rendah, tidak melindungi lampu beban, sehingga cukup menggunakan sekring dengan arus kecil yaitu sekitar 0.5 ampere. Dengan demikian jika terjadi kesalahan atau kegagalan sistem (system failure) pada rangkaian, maka sekring dapat putus seketika agar tidak terjadi kerusakan yang lebih parah, atau bahkan kecelakaan fatal.

Karena relay tersebut adalah jenis SPDT, maka dengan relay ini dapat dibuat lampu kedip dengan sistem flip-flop, yaitu lampu yang satu akan menyala jika lampu yang lain mati secara bergantian. Lihat skema di bawah.


Ada dua buah rangkaian lampu  pada sistem flip-flop yang dipasang pada kedua kaki output relay. Sehingga relay akan bergantian mensuplai arus ke dua lampu tersebut. Daya lampu beban pada sistem flip-flop harus dikurangi sampai sekitar 1/4 daya maximal, atau sekitar 500 watt saja. Karena titik-titik kontak pada relay hanya punya sedikit waktu untuk beristirahat agar suhunya turun.
Nilai-nilai komponen lainnya dan cara menyetel frekuensi kedipan dapat dibaca di artikel “Skema Lampu Kedip 200 Watt 220 VAC Yang Dapat Disetel” . 
PERHATIAN: seluruh rangkaian terhubung langsung dengan tegangan tinggi, jangan menyentuh rangkaian saat tersambung ke jaringan listrik, gunakan peralatan yang terisolasi dengan baik terhadap tegangan tinggi.


By_ Face Book :Rreuni@yahoo.com

Gubernur jateng Bapak Bibit waluyo (01 April 2013)

 
Support : Your Link | Your Link | Your Link
Copyright © 2013. LOWONGAN KERJA DIINDUSTRI GARMEN DIJAMIN KERJA GRATIS.. - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by FACE BOOK : Rreuni@yahoo.com JANGAN LUPA di AAD